Semua anak memiliki hak atas pendidikan dan waktu luang yang memampukan mereka berkembang sepenuhnya. Namun banyak anak seperti Raghav harus mulai bekerja di usia muda untuk membantu keluarga mereka. Jutaan tangan halus terlibat dalam pekerjaan dan pemetikan daun-daun teh, melinting rokok, mengikat tali karpet, menyulam baju sutra, membuat batu tulis dll. Daftarnya panjang sepanjang anak-anak kecil melaksanakan beragam pekerjaan ketika bekerja di pabrik, di perkebunan atau di rumah.
Sering kali anak-anak dari kalangan kurang mampu bekerja sebagai buruh anak. Mengapa anak-anak dieksploitasi dan dipaksa menjadi buruh? Apakah kemiskinan bibit dari perburuhan anak atau apakah karena anak tidak bersekolah? Banyak yang memiliki pemikiran bahwa adanya perburuhan anak sangat tergantung pada permintaan. Tuntutan untuk buruh anak ini berasal dari pemberi pekerjaan yang ingin mendapatkan untung dengan mempekerjakan pekerja yang murah atau dari perusahaan kecil atau perusahaan keluarga yang menggunakan buruh anak untuk tetap bertahan aktifitasnya dengan produktifitas rendah.
Adanya perburuhan anak juga berkaitan dengan asumsi bahwa beberapa jenis aktifitas pekerjaan lebih baik dilaksanakan oleh anak-anak daripada orang dewasa. Selain dari kondisi bekerja yang eksploitatif, anak-anak mungkin “dipilih” sebagai pekerja yang lebih baik karena tangan-tangan mereka yang kecil, dianggap lebih tepat dan kinerja berkualitas lebih baik. India mengikuti kebijakan proaktif dalam hal menanggulangi masalah perburuhan anak dan selalu memihak pada langkah-langkah hukum dan pembangunan yang diperlukan untuk menghapuskan perburuhan anak.
Konstitusi India menggabungkan ketetapan-ketetapan yang relevan untuk menjamin pendidikan dasar universal yang wajib serta perlindungan buruh untuk anak-anak dan kebijakan tentang perburuhan anak telah berkembang selama bertahun-tahun melawan peristiwa ini. Rejim hukum sekarang memiliki landasan pragmatis dan konsisten dengan hukum perburuhan internasional. Namun, karena faktor budaya dan ekonomi, tujuan-tujuan ini tetap sulit dipenuhi. Perburuhan anak merupakan fenomena di desa dan kota. Kota-kota besar di India dan bagian Asia lainnya menyembunyikan jumlah pekerja anak yang tinggi dalam industri informal. Ini termasuk pekerja domestik anak, yang bekerja di rumah orang lain. Ini merupakan bentuk lain dari perburuhan anak yang eksploitatif dan banyak pekerja domestik anak ditemukan di kota-kota. Kebanyakan dari mereka adalah bertempat tinggal sepenuhnya di rumah majikan. Mereka bertugas selama seharian dan gerakan mereka sering dibatasi oleh majikan mereka.
Sejumlah besar anak bekerja di jalanan untuk mendapatkan uang. Serta menyembunyikan skala permasalahannya, kurangnya ketransparanan perburuhan anak di pabrik dan rumah, meningkatkan potensi untuk ekploitasi dan kekerasan. Di India saja kita memiliki lebih banyak pekerja anak daripada seluruh penduduk Belgia. Perundang-undangan sekarang di India tidak melarang segala bentuk perburuhan anak. Misalnya, tindakan tidak melakukan apapun untuk melindungi anak-anak yang mengerjakan buruh domestik atau yang tidak dilaporkan, sangat umum terjadi di India. Hampir semua anak perempuan dalam industri di India adalah buruh yang tidak dikenal karena mereka dianggap sebagai pembantu dan bukan pekerja. Oleh karenanya anak perempuan tidak dilindungi oleh hukum.
Dengan mengetahui isu tersebut, Kementerian Perburuhan akhir-akhir ini mengeluarkan pengumuman pelarangan anak-anak di bawah usia 14 tahun untuk bekerja di sektor rumah tangga dan pelayanan. Setelah pertanian, berikut adalah area dimana anak-anak dipekerjakan dalam jumlah besar, dan diharapkan bahwa pelarangan pekerjaan mereka di rumah dan di meja-meja tunggu, akan menanggulangi kekosongan besar dalam perundang-undangan sekarang ini yang melarang mempekerjakan anak. Implisit dalam perundang-undangan di atas adalah pandangan bahwa jenis-jenis pekerjaan tertentu lebih berbahaya dibanding yang lainnya. Namun, akhirnya tidak segala bentuk perburuhan anak berbahaya? Dokumentasi tentang jenis perburuhan tertentu dilakukan oleh anak-anak di berbagai bagian India menyingkap kontrak eksploitatif dan kondisi bekerja yang tak kepalang tanggung.
Anak-anak bekerja dengan jam-jam yang panjang, untuk satu persepuluh gaji orang dewasa dan di lingkungan kerja yang berbahaya yang dekat dengan tungku pembakaran di pabrik-pabrik gelas. Literasi rendah dan mereka menderita penyakit ringan pada usia dini.
Ada banyak kesenjangan dalam perundang-undangan yang ada karena melibatkan beberapa proses berbahaya. Misalnya melarang anak untuk bekerja di kilang gergaji tapi tidak di bengkel kayu. Semua anak yang bekerja terancam beragam bahaya yang hanya muncul dari lingkungan kerja, kondisi eksploitatif pekerjaan, dan kerentanan dalam diri anak. Biasa diperdebatkan bahwa buruh anak tidak dapat dihentikan dan bahkan berbahaya untuk diakhiri sampai waktu kemiskinan dikurangi dan karenanya arah kebijakan utama harus pada pemberantasan kemiskinan. Pengalaman dari beberapa negara yang baru maju mengungkapkan bahwa pencapaian pendidikan universal dan penghapusan perburuhan anak tidak tergantung pada tingkat pendapatan per kapita, level industrialisasi atau status sosial ekonomi keluarga.
Pengalaman di Kerela menunjukkan bahwa bersekolah yang dekat dan insiden yang sangat rendah dari perburuhan anak bisa dicapai pada pendapatan per kapita yang relatif rendah. Maka daripada pertumbuhan pendapatan melampaui pengurangan perburuhan anak kronologinya bahwa penyebaran pendidikan masa dan diikuti dengan pengurangan perburuhan anak mendahului pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai suatu pra kondisi untuk pembangunan ekonomi. Penghapusan perburuhan anak tidak perlu menunggu berakhirnya kemiskinan.
Inilah waktunya untuk mengakhiri segala perburuhan anak. Pertempuran harus dimenangkan dengan suatu perubahan dalam norma-norma, nilai-nilai dan sikap-sikap sosial yang ada, perundang-undangan yang tepat dan implementasinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Hidup Buruh
Posting Komentar