Rabu, 03 Oktober 2007

AWAS !RPP Pesangon Ancam Gerakan Buruh

“ Betulkah RPP pesangon buntut dari revisi UUK no.13 th. 2003? Lalu kenapa bukan UU no.3 th.1992 tentangJamsostek saja yang di revisi? Secara gitu loh……”

Yogyakarta (7/9). Niat pemerintah membikin Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pesangon, agaknya bakal percuma. Dengan kenyataan dilapangan beberapa buruh yang di PHK banyak yang tidak mendapatkan pesangon. Realita pengangguran dan kemiskinan yang terus bertambah di Negara ini tak dapat kita pungkiri. Menurut Tigan Solin, selaku Sekjend (ABY) Aliansi Buruh Yogyakarta ” Jamsostek, yang tadinya cuma mengurusi tunjangan kecelakaan kerja, kematian, pemeliharaan, kesehatan dan jaminan hari tua saja, masih belum becus. Apalagi, sampai memaksakan untuk membentuk lembaga lain yang akan mengurusi dana jaminan pemutusan hubungan kerja (PHK),”.
Pihak ABY tetap akan menolak kalau RPP tentang pesangon tersebut disahkan. “ Terutama Masalah kepastian lembaga penjamin ketika di PHK, belum lagi dalam draft RPP tersebut perhitungan pesangon akan lebih sedikit dan rantai permasalahan menjadi lebih panjang, bahkan sudah terindikasi RPP ini akan mengalihkan tanggung jawab pengusaha kepada lembaga penjamin PHK yang sampai saat ini belum jelas kepastiannya,” kata Kirnadi salah satu Comite Organiser buruh, ketika ditemui dikantor ABY kemarin.
Sekadar mengingatkan anda, pemerintah bakal membentuk lembaga independen untuk mengelola dana pesangon. Sehingga, “Pekerja yang terkena PHK tidak perlu lagi berurusan dengan perusahaan,” kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno (Kontan, 16 Mei 2007). Baik pemerintah, pengusaha dan pekerja masih mengutak-atik angka iuran jaminan kompensasi PHK yang realistis dan masuk akal. Hitungan Erman, perusahaan harus menyetor sekitar 4%-5% dari gaji karyawan setiap bulan ke badan itu nantinya. Erman bilang RPP Pesangon bulan ini juga sudah masuk ke Sekretariat Negara. Sekretaris Jenderal Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hari Heriawan menambahkan pembahasan tripartit peraturan ini sudah mendekati titik temu. “Jadi tinggal sedikit lagi,” ujarnya.
Sementara itu pihak DPRD DIY Komisi D yang mengurusi kesejahteraan sosial, Bapak Djuwarto ketika di konfirmasi tidak bisa memberikan tanggapan tentang RPP pesangon ini, dikarenakan ada kunjungan dinas ke Kulon Progo. Demikian pula pihak pengusaha yang tergabung dalam APINDO Bapak Ibnu ketika di wawancara via telepon, tidak bersedia diwawancara karena beliau sedang berada di tangerang.
Tetapi situasi terakhir yang berkembang sekarang ini tentang kontroversi RPP pesangon ini adalah Pengusaha menolak total jika besaran premi asuransi pesangon ini menembus batas 3% dari nilai gaji buruh. “Iklim investasi tak akan jalan” sehingga mereka enggan merealisasikan investasinya sebelum RPP pesangon disahkan, yang berakibat pada semakin lambannya penciptaan lapangan kerja baru. Pengusaha menuntut supaya ADA BATAS atas besaran PESANGON agar jajaran eksekutif yang bergaji jutaan rupiah tidak terlalu besar.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Pasal 156 ayat (5)
Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.







Draf PP Pesangon, Versi 28 Mei 2007
Pasal 2
(1) Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja paling banyak sebesar 5 kali PTKP.
(2) Dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak dan bagi pekerja/buruh yang upahnya di atas 5 kali PTKP tetap berdasarkan upah sebesar 5 kali PTKP.

Pasal 3
Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sesuai dengan Pasal 157 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Simulasi Penghitungan Besaran Pesangon sesuai RPP Pesangon

Seorang karyawan dengan masa kerja 10 tahun, menerima total gaji dan tunjangan tetap bulanan Rp10 juta. Karyawan tersebut tidak punya sisa hari cuti. Karyawan tersebut terkena PHK lantaran efisiensi.

Besaran uang yang dia terima:
- Pesangon Pasal 156 ayat (2)
2 x 9 x PTKP = 18 x PTKP
- Penghargaan Pasal 156 ayat (3)
4 x PTKP
Total pesangon dan penghargaan = (18+4) x PTKP = 22 x PTKP
- Penggantian hak Pasal 156 ayat (4)
15 persen x 22 (pesangon plus penghargaan) x PTKP = 3,3 x PTKP
Total uang yang akan diterima = pesangon, penghargaan, penggantian hak x PTKP
= 25,3 x PTKP
= 25,3 x Rp5,5 juta atau setara Rp139.150.000.

Karyawan bisa bernegosiasi untuk penghitungan pesangon yang belum terkover dalam PTKP. Atau, faktor pengali Rp4,5 juta (selisih upah bulanan Rp10 juta – PTKP Rp5,5 juta) dirundingkan secara bipartit.

Lalu bagaimana dengan nasib pekerja yang di PHK karena ditahan, melanggar perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, mengundurkan diri, pekerja menolak akibat penggabungan atau peleburan perusahaan, pekerja mangkir, dan karena perusahan melakukan perbuatan yang diatur pasal 169. Nasib pekerja yang masuk kategori di atas menurutnya tidak jelas, karena RPP hanya mengatur pelepasan kewajiban pengusaha terhadap pembayaran pesangon terhadap PHK atas dasar Pasal 163 (2), 164 (1) dan (3), Pasal 165, Pasal 166 serta Pasal 172 UU Ketenagakerjaan
Benarkah iklim investasi akan berjalan dengan disetujui besaran maksimal premi asuransi pesangon 3% oleh pemerintah dan parlemen? Bukankah selama ini investasi terhambat karena peraturan investasi itu sendiri? Kalau masalah infrakstruktur, adanya black cost, korupsi, serta pungli oleh pihak keamanan, aparatur, dan pejabat, selain itu kepastiaan hukum. yang menghambat ivestasi, tapi mengapa kesejahteraan / keselamatan nasib buruh yang dikorbankan dan dijadikan kambing hitam. Padahal buruh sudah masuk dalam cost produksi suatu investasi yang sudah diperhitungkan.
Secara umum RPP pesangon ini berisi atau bertujuan untuk memberi kepastian konpensasi bagi tenaga pekerja yang mengalami PHK, sehingga apabila perusahaan tiba-tiba pailit (bangkrut) atau manajemennya melarikan diri, maka dana pesangon bagi tenaga kerja akan dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang mengelola dana tersebut. Apabila perusahaan sedang mengalami kebangkrutan dan dalam sengketa, tenaga kerja tidak perlu menunggu proses persidangan yang lama. Bagi pekerja yang gajinya di atas PTKP, bukannya tidak punya hak, tetapi akan dibicarakan secara bipartit dalam perjanjian kerja bersama.
Ada tiga faktor kekuatan yang dimiliki oleh kaum buruh yaitu, status kerja, penyelesaian kasus, dan jaminan sosial. Satu persatu dilemahkan, mulai status kerja dengan sistem Outsourcing lalu penyelesaian kasus dengan menunjuk lembaga penyelesaian hubungan industrial, dan sekarang akan membuat lembaga lain lagi untuk mengurusi dana pesangon (jaminan PHK). Secara product hukum mulai UUK (Undang-Undang Ketenagakerjaan), lalu UU PPHI (Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial), dan sekarang RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) tentang pesangon.
Secara mendalam kita telusuri RPP pesangon ini mengancam gerakan buruh bahkan juga mengancam laju gerak industri nasional di Negara kita ini, karena yang menjadi ketakutan kita bersama adalah bahwa adanya setting besar dari Kapitalisme Internasional, mulai dari Consensus Washington yang akan membuka Market Labour Fleksibilty (pasar tenaga kerja bebas), ini disambut dengan Inpres Paket Investasi no.6 tentang UU PMA (Undang-Undang Penanaman Modal Asing). Sekian kebijakan Neoliberalisme lewat Deregulasi ini akan memaksa privatisasi BUMN, sehingga Jamsostek dialihkan ke pasar (swastanisasi) maka akan ada pembaharuan disektor ini, dan setali tiga uang, investasi asing akan masuk untuk memonopoli pasar tenaga kerja karena proses liberalisasi tadi berjalan lancar. Dan penjajahan gaya baru pun terjadi tanpa perlawanan dari rakyat kita yang selalu disuguhi dengan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan.
So, buang keragu-raguan, hilangkan ketidak mengertian, bangun kesadaran, kikis eksistensimu, sekarang kita harus berkawan dan melawan.[]

= = = =

Tidak ada komentar: